Kehidupan di kota besar terkadang menimbulkan rasa tidak aman di benak
sebagian orang. Hal ini dikarenakan semakin maraknya kasus kriminalitas
di kota besar. Sebut saja kasus perampokkan, begal, pembunuhan, bahkan
terorisme. Rasa tidak aman tersebut tak hanya dirasakan oleh orang
dewasa. Melainkan, ternyata rasa itu juga mampu dirasakan anak-anak.
“Apa yang dirasakan oleh orangtua, dirasakan juga oleh anak-anak,” ujar Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Nathanael EJ Sumampouw pada kesempatan Forum Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat) di Nutrifood Inspiring Centre, Menteng Square, Jakarta, belum lama ini.
Tak jarang aksi kriminalitas mendapat sorotan yang berlebihan dari media massa. Hal ini membuat anak-anak pun tak luput dari terpaan aksi kekerasan yang sedang terjadi. Padahal, kejadian berbau kekerasan tadi dapat membuat psikologi anak terganggu karena ketakutan.
Di sisi lain, kejadian tersebut juga dapat menimbulkan rasa penasaran, sehingga mereka akan bertanya pada orang dewasa yang dekat dengannya.
Perlu disadari bahwa menyampaikan hal-hal berbau kekerasan atau kriminalitas kepada anak-anak tidak semudah dibayangkan. Alih-alih membuat anak mengerti, bisa jadi psikologi atau mental mereka justru terganggu dan mereka akan mengalami trauma.
Maka dari itu, Nathanael merangkum enam cara menyampaikan hal-hal berbau kekerasan kepada anak-anak dari sisi psikologi yang telah disusunnya sesuai alfabet, yaitu:
“Apa yang dirasakan oleh orangtua, dirasakan juga oleh anak-anak,” ujar Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Nathanael EJ Sumampouw pada kesempatan Forum Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat) di Nutrifood Inspiring Centre, Menteng Square, Jakarta, belum lama ini.
Tak jarang aksi kriminalitas mendapat sorotan yang berlebihan dari media massa. Hal ini membuat anak-anak pun tak luput dari terpaan aksi kekerasan yang sedang terjadi. Padahal, kejadian berbau kekerasan tadi dapat membuat psikologi anak terganggu karena ketakutan.
Di sisi lain, kejadian tersebut juga dapat menimbulkan rasa penasaran, sehingga mereka akan bertanya pada orang dewasa yang dekat dengannya.
Perlu disadari bahwa menyampaikan hal-hal berbau kekerasan atau kriminalitas kepada anak-anak tidak semudah dibayangkan. Alih-alih membuat anak mengerti, bisa jadi psikologi atau mental mereka justru terganggu dan mereka akan mengalami trauma.
Maka dari itu, Nathanael merangkum enam cara menyampaikan hal-hal berbau kekerasan kepada anak-anak dari sisi psikologi yang telah disusunnya sesuai alfabet, yaitu:
A = Ajukan pertanyaan
Sebagai orang dewasa, orangtua harus memosisikan dirinya one level down dengan anak-anak. Tempatkan anak seolah menjadi narasumber. Sehingga orangtua akan tahu sejauh mana kah anak ini dapat memahami apa yang sedang terjadi. Kemudian, jangan beri anak harapan palsu tapi berikan penjelasan yang mudah dimengerti olehnya tentang mengapa hal itu terjadi atau apa yang Anda rasakan atas kejadian mengerikan tersebut. Namun, tentu harus diikuti dengan kata-kata yang mendukung agar tidak mengganggu psikologis anak.
Sebagai orang dewasa, orangtua harus memosisikan dirinya one level down dengan anak-anak. Tempatkan anak seolah menjadi narasumber. Sehingga orangtua akan tahu sejauh mana kah anak ini dapat memahami apa yang sedang terjadi. Kemudian, jangan beri anak harapan palsu tapi berikan penjelasan yang mudah dimengerti olehnya tentang mengapa hal itu terjadi atau apa yang Anda rasakan atas kejadian mengerikan tersebut. Namun, tentu harus diikuti dengan kata-kata yang mendukung agar tidak mengganggu psikologis anak.
B = Batasi anak dari paparan konten kekerasan lebih lanjut
Foto-foto dan video berbau kekerasan yang dipublikasikan secara luas sudah tentu dapat mengganggu sisi psikologi seseorang, terlebih anak-anak. Namun, perlu disadari bahwa untuk membatasi atau menghindari konten tersebut, orangtua diharapkan dapat memberi respon dengan tenang atau dengan kata lain jangan terlalu reaktif.
“Misalnya saat anak sedang menonton kartun, kemudian tiba-tiba ada breaking news tentang kekerasan. Orangtua jangan langsung mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh menonton itu atau langsung mengganti channel,” jelas Nathanael.
Hal tersebut justru dapat membuat anak menjadi semakin penasaran dengan apa yang dilarang oleh orangtuanya. Sebagai alternatif, orangtua bisa mengalihkan perhatian anak saat mereka sedang mengenyam konten tersebut secara tidak sengaja. Misalnya saja mengajak anak makan atau bermain.
Foto-foto dan video berbau kekerasan yang dipublikasikan secara luas sudah tentu dapat mengganggu sisi psikologi seseorang, terlebih anak-anak. Namun, perlu disadari bahwa untuk membatasi atau menghindari konten tersebut, orangtua diharapkan dapat memberi respon dengan tenang atau dengan kata lain jangan terlalu reaktif.
“Misalnya saat anak sedang menonton kartun, kemudian tiba-tiba ada breaking news tentang kekerasan. Orangtua jangan langsung mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh menonton itu atau langsung mengganti channel,” jelas Nathanael.
Hal tersebut justru dapat membuat anak menjadi semakin penasaran dengan apa yang dilarang oleh orangtuanya. Sebagai alternatif, orangtua bisa mengalihkan perhatian anak saat mereka sedang mengenyam konten tersebut secara tidak sengaja. Misalnya saja mengajak anak makan atau bermain.
C = Ceritakan dengan sederhana tentang apa yang sedang terjadi
Tentu kapasitas pengetahuan seorang anak belum sebanyak orangtuanya. Sehingga, orangtua harus dapat menyesuaikan penjelasannya tentang apa yang sedang terjadi. Misalnya saja saat peristiwa bom di Sarinah beberapa hari lalu, tidak perlu menjelaskan ke anak tentang kronologi peristiwa, bahkan orangtua tidak perlu menjelaskan apapun pada anak usia dua tahun ke bawah.
“Anak-anak usia dua tahun ke bawah masih pada tahap berpikir secara sensori motorik, tidak usah capek jelaskan. Tapi peluk dia, ajak dia jalan-jalan,” jelas Nathanael.
D = Dengarkan perasaan dan pikiran anak
Sebagai orangtua cobalah untuk lebih ingin mengetahui tentang apa yang sebenarnya sedang dirasakan dan dipikirkan anaknya. Jangan sampai dua hal penting itu justru luput dari perhatian orangtua.
E = Ekstra perhatian dan kasih sayang
Hal ini bisa dilakukan dengan cara sengaja pulang lebih cepat untuk beberapa hari ke depan setelah kejadian. Perhatian dan kasih sayang yang lebih khususnya dibutuhkan oleh anak-anak yang mengalami kejadian buruk secara langsung.
F = Fokus pada aktivitas dan rutinitas anak
Segera kembalikan rutinitas anak setelah kejadian buruk tersebut. Karena rutinitas memiliki efek yang luar biasa bagi anak-anak yang sedang bermasalah. Rutinitas membuat anak menjadi punya harapan untuk hari esok.
Tentu kapasitas pengetahuan seorang anak belum sebanyak orangtuanya. Sehingga, orangtua harus dapat menyesuaikan penjelasannya tentang apa yang sedang terjadi. Misalnya saja saat peristiwa bom di Sarinah beberapa hari lalu, tidak perlu menjelaskan ke anak tentang kronologi peristiwa, bahkan orangtua tidak perlu menjelaskan apapun pada anak usia dua tahun ke bawah.
“Anak-anak usia dua tahun ke bawah masih pada tahap berpikir secara sensori motorik, tidak usah capek jelaskan. Tapi peluk dia, ajak dia jalan-jalan,” jelas Nathanael.
D = Dengarkan perasaan dan pikiran anak
Sebagai orangtua cobalah untuk lebih ingin mengetahui tentang apa yang sebenarnya sedang dirasakan dan dipikirkan anaknya. Jangan sampai dua hal penting itu justru luput dari perhatian orangtua.
E = Ekstra perhatian dan kasih sayang
Hal ini bisa dilakukan dengan cara sengaja pulang lebih cepat untuk beberapa hari ke depan setelah kejadian. Perhatian dan kasih sayang yang lebih khususnya dibutuhkan oleh anak-anak yang mengalami kejadian buruk secara langsung.
F = Fokus pada aktivitas dan rutinitas anak
Segera kembalikan rutinitas anak setelah kejadian buruk tersebut. Karena rutinitas memiliki efek yang luar biasa bagi anak-anak yang sedang bermasalah. Rutinitas membuat anak menjadi punya harapan untuk hari esok.
Post a Comment